KPI Gandeng UIN Sunan Kalijaga Menyelenggarakan Konferensi Penyiaran Indonesia
foto bersama narasumber dan peserta
Menyongsong era penyiaran digital, dan dalam rangka membangun etika penyiaran yang baik, guna mewujudkan masyarakat yang lebih beradab, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menggandeng UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang melibatkan dua fakultas (Fakultas Sosial dan Humaniora, dan Fakultas Dakwah dan Komunikasi) menyelenggarakan Konferensi Penyiaran Indonesia, 22 s/d 24/5/2022. Kegiatan ini juga didukung sepenuhnya oleh KPID DIY. Kegiatan yang diawali dengan Diseminasi Indeks Kualitas Siaran Religi di aula Fakultas Sosial dan Humaniora, kampus UIN Sunan Kalijaga ini dibuka oleh Rektor UIN Suka, Prof. Al Makin.
Hadir pada pembukaan konferensi kali ini antara lain; Ketua Komisi DPR RI, Meutya Hafid, Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Ph.D., Dekan Fakultas Sosial dan Humaniora, Dr. Mochamad Sodik, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Prof. Ema Marhumah (yang mengikuti secara Daring), pengendali lapangan riset indeks kualitas siaran televisi, Dr. Bono Setyo, parapeneliti yang terdiri dari para Dosen Fakultas Sosial dan Humaniora, dan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Suka, sertapengamat siaran televisi Indonesia. Dalam laporannya, Ketua Panitia, Tariq Yasid, MA., menyampaikan, Konferensi Penyiaran Indonesia tahun 2022 kali ini mengusung tema dari Dari Yogyakarta Menerangi Indonesia. Agenda diawali dengan Diseminasi Potret Siaran Religi di Televisi. Potret siaran religi menjadi salah satu rangkaian dari pelaksanaan penelitian indeks kualitas siaran televisi sepanjang tahun 2022 ini, yang melibatkan para dosen dan peneliti dari 12 universitas ternama di Indonesia, termasuk UIN Sunan Kalijaga dengan pengendali riset lapangan, Dr. Bono Setyo. Kegiatan berlangsung secara Luring dan Daring, melibatkan 100 peserta Luring dan lebih dari 300 peserta Daring. BonoSetyoselaku pengendali riset lapangan menambahkan, dengan melibatkan para dosen dan peneliti dari perguruan tinggi diharapkan dapat mengkritisi siaran religi, dan mendapatkan pengkayaan konsep-konsep komunikasi yang baik untuk memperbaiki siaran religi di televisi.
Prof Al Makin dalam sambutan pembukaannya antara lain menyampaikan catatan garis besar hasil riset siaran religi. Menurut Prof. Al Makin, studi antropologi dan sosiologi Ibnu Khaldun antara lain mengungkap bahwa manusia adalah hewan yang berbicara dan berpikir. Sekaligus sebagai Homoritus. Makhluk yang lekat dengan ritual. Namun sesungguhnya bukan hanya manusia yang lekat dengan ritual. Hewan, seperti cendrawasih, harimau, biri biri dan yang lainnya juga lekat dengan ritual. Cendrawasih akan mengepakkan bulunya jika jatuh cinta atau dalam bahaya. Harimau atau biri biri akan beradu tanduk saat bercinta atau menghadapi musuh. Itu ritual. Manusia juga akan melakukan ritual yang berlebihan atau beragama yang berlebihan jika merasa tak baik-baik saja. Seperti saat berkonflik, berebut kekuasaan, berebut ladang ekonomi atau sosial, dia akan melakukan ritual memanfaatkan simbol simbol agama yang berlebihan.
Maka jika kita mengamati konten-konten medsos, youtube, ataupun televisi yang dipenuhi konten-konten agama atau simbol simbol agama yang berlebihan, itu tandanya kita sedang tidak baik-baik saja, sedang berkonflik atau berebut kekuasaan atau berebut yang lainnya. Itu semua menjadi cermin cara beragama yang bukan intinya beragama. Agama menjadi candu, dan bukan menjadi penuntun akhlak.
Hasil riset menunjukkan bahwa medsos, youtube, televisi dipenuhi simbol-simbol agama yang berlebihan, ritual agama yang berlebihan, siaran televisi religi menjadi sangat religius. Ini menandakan bahwa masyarakat Indonesia sedang berkonflik. Demikian juga hasil riset yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia melakukan umroh atau haji berkali kali, juga banyak membangun masjid tetapi tidak memakmurkannya, itu artinya masyarakat Indonesia sedang tidak baik –baik saja. Jika tidak segera disadari dan melakukan pembenahan, justru akan membahayakan eksistensi bangsa Indonesia.
Prof. Al Makin mengajak masyarakat Indonesia untuk merenungkan kembali bagaimana beragama yang lebih baik, dan lebih santun. Kembali ke tengah dalam beragama. Seperti ajaran Siddharta Gautama “Majhima Patipada-kembali ke tengah.” Banyak sekali yang lebih penting, yang bisa dikemas menjadi pesan-pesan keagamaan, seperti; mengajak untuk berbuat kebaikan, pemanasan global, kerusakan lingkungan, isu Pulau Jawa yang akan tenggelam, kerukunan dalam perbedaaan, moderasi beragama, mari terus diingatkan melalui konten-konten keagamaan, demikian ajak Prof. Al Makin.
Meutya Hafid menyampaikan sepakat dengan ajakan Rektor UIN Suka tersebut. Disampaikan Meutya Hafid, tujuan Siaran televisi menurut UU penyiaran, adalah untuk memperkokoh Jati diri bangsa, membentuk karakter bangsa yang beriman, mencerdaskan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat Indonesia yang mandiri, sejahtera, dan memajukan siaran. Oleh karenanya pihaknya berharap siaran televisi mengacu pada rambu-rambu yang diamanatkan UU penyiaran.
Sementara itu kedepan dengan regulasi siaran televisi digital, akan semakin tumbuh siaran televisi digital. Pihaknya berharap, KPI sebagai pengontrol siaran televisi untuk semakin banyak melibatkan perguruan tinggi dalam mengamati dan mengontrol siaran televisi. Kerja-sama literasi masyarakat antara KPI dengan perguruan tinggi sangat diharapkan dalam upaya melahirkan konten-konten siaran televisi dan mengisi ruang-ruang internet dengan siaran atau konten yang berisi hal-hal yang baik dan membangun. KPI perlu melakukan upaya-upaya perbaikan siaran berdasarkan hasil riset yang dilakukan perguruan tinggi. Kepada Rektor UIN Suka, Meutya Hafid berharap bisa mengajak para Rektor di seluruh Indonesia untuk peduli terhadap kualitas siaran televisi melalui keterlibatannya dalam riset dan diseminasi riset kepada masyarakat sebagai upaya membangun literasi masyarakat Indonesia terhadap kualitas konten siaran televisi, ruang ruang internet dan medsos. “Saya respek kepada Rektor UIN Suka yang gaul dan asyik, yang dapat merangkul banyak elemen masyarakat untuk membangun literasi bermedia. Hal ini perlu ditularkan kepada Rektor-Rektor yang lainnya,” demikian harap Meutya Hafid.
Sementara itu agenda konferensi; (22/5) Diseminasi “Potret Siaran Religi di Televisi” oleh Prof. Emma Marhumah (Guru Besar Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Suka) dan Dr. Mochammad Sodik (Dekan Fakultas Sosial dan Humaniora), serta pemaparan hasil riset oleh Dr. Bono Setyo, Sesi Diskusi dan Tantangan oleh Direktur Produksi Trans 7, Andi Chairil, dan Ketua Masyarakat Peduli Penyiaran, Isa Kurniawan. (23/5) Sosialisasi Menyongsong Siaran Digital Indonesia menampilkan pembicara Stafsus Menteri Kominfo, Dr. Rosarita Niken Widiastuti, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano Pariela, Kepala Diskominfo DIY, Drs. Tri Saktiyana. (24/5) Seminar utama dibuka Sri Sultan Hamengkubuwono XI, Menampilkan Keynote Speaker Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas, dan Prof. Yudian Wahyudi yang menyampaikan Penguatan Nilai-Nilai Pancasila Melalui Media Komunikasi dan penyiaran di Indonesia menuju Peradaban Baru. Sesi panel menampilkan, Komisi I DPR RI, Sukamto, Ph.D., Guru Besar Ham dan Gender, Prof. Siti Ruhaini Dzuhayatin, Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis Ph.D.,dan Wakil Ketua Umum ATVSI, Neil Tobing. (Ihza, Alfan, Weni)